KENDARI, BENTALA.ID – Dalam rangka membahas langkah antisipasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta persiapan Penetapan Upah Minimum 2025, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) yang dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) secara virtual , Kamis, (31/10/2024).
Pj Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andap Budhi Revianto, dalam kesempatannya turut hadir bersama Gubernur dan Kepala Daerah se-Indonesia, beserta pejabat terkait dari Pemerintah Daerah dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Rakor dilaksanakan dalam rangka menyelaraskan kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah terkait isu ketenagakerjaan yang sedang berkembang, khususnya dalam menghadapi maraknya isu PHK, serta persiapan Penetapan Upah Minimum di seluruh provinsi pada tahun 2025.
Dalam arahannya, Mendagri Tito Karnavian, menekankan pentingnya koordinasi yang kuat antara pusat dan daerah untuk menghadapi isu ketenagakerjaan.
“Rakor ini kita laksanakan agar pusat dan daerah memiliki satu visi dalam menghadapi isu sensitif terkait ketenagakerjaan, terutama upah dan PHK. Isu ini bukan hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga politik dan keamanan daerah, terutama menjelang Pilkada,” ungkapnya.
Mendagri lebih lanjut menginstruksikan seluruh Kepala Daerah untuk memperhatikan tenggat waktu penetapan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat agar proses dapat berjalan lancar.
“Tolong diperhatikan waktunya, ada deadline tertentu yang harus kita ikuti,” tambahnya.
Selain itu, Mendagri juga meminta Pemerintah daerah agar aktif dalam memitigasi potensi gejolak yang mungkin timbul di tengah masyarakat terkait ketenagakerjaan dan penetapan upah minimum serta mengedepankan adanya komunikasi yang efektif untuk mendeteksi dini dan menangani isu secara tepat.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli, juga memberikan arahan terkait tantangan strategis ketenagakerjaan di Indonesia, mulai dari rendahnya produktivitas pekerja hingga rendahnya kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
“Perlu kerjasama antara pusat dan daerah dalam meningkatkan perlindungan sosial bagi pekerja serta memitigasi risiko terkait penetapan upah minimum,” jelas Menaker.
Ia juga menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah daerah melalui Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit, yaitu forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan antara pemerintah, serikat pekerja dan asosiasi pengusaha seperti Kadin dan Apindo dalam menjaga iklim kerja yang kondusif.
Sebagai bentuk antisipasi penetapan UMP, Menaker juga mengumumkan agenda penting, seperti sidang Dewan Pengupahan Provinsi dan Kabupaten/Kota yang akan berlangsung hingga November, dengan batas akhir penetapan UMP pada 21 November 2024 dan upah minimum Kabupaten/Kota pada 30 November 2024.
Dalam kesempatannya ketika dimintai keterangan oleh awak media, Pj Gubernur menyampaikan akan segera menindaklanjuti hasil Rakor tersebut. Ia menjelaskan bahwa sejauh ini kondisi ketenagakerjaan di Sultra masih relatif cukup stabil, namun tetap perlu disiapkan langkah antisipatif, khususnya untuk memitigasi dampak isu PHK.
“Kami di Sulawesi Tenggara terus memantau kondisi ini dan berupaya menjalin koordinasi erat dengan pihak terkait, agar upaya penetapan upah minimum dapat berjalan dengan baik, lancar dan kondusif,” ungkap Andap.
Sebagai langkah konkret, Pj Gubernur Sultra bersama instansi terkait akan meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan dan melakukan koordinasi intensif dengan pihak serikat buruh. Selain itu, deteksi dini melalui sistem peringatan dini juga akan diterapkan untuk memastikan bahwa seluruh pihak terkait dapat segera merespon situasi jika terjadi potensi gejolak di lapangan.
“Hasil Rakor ini menjadi acuan bagi kami untuk mengimplementasikan kebijakan ketenagakerjaan dengan baik dan menjaga stabilitas ketenagakerjaan di Sultra,” tutup Andap.(*)
Redaksi
Komentar